Laman

Senin, 03 Mei 2010

Askep PNEUMOTORAKS

Asuhan Keperawatan PNEUMOTORAKS
Batasan
Pneumotoraks ialah didapatkannya uudara didalam kavum pleura.
EPIDEMIOLOGI
Pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita . pneumotoraks sering dijumpai pada musim penyakit batuk.
Pembagian pheumotoraks bermacam-macam tergantung dari sisi pembuatan klasifikasi tertentu. Dibawah ini beberapa pembagian pheumotoraks.
1. Berdasarkan terjadinya
a. Artifisial
Pheumotoraks yang disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu.
b. Traumatik
Pheumotoraks yang disebabkan oleh jejas mengenai dada.
c. Spontan
Pheumotoraks yang terjadi secara spontan tanpa didahului oleh kecelakaan atau trauma seringkali didapatkan pada penyekit dasar misalnya : Tuberkulosis paru yang prosesnya sudah lama, dengan multiple cavety, fibrosis, emfisema, TB milier.
2. Berdasarkan lokalisasi
a. Pheumotoraks parietalis
b. Pheumotoraks medialis
c. Pheumotoraks basalis
3. Perbedaan derajat kolaps
a. Pheumotoraks totalis
b. Pheumotoraks parsialis
4. Berdasarkan jenis fistel
a. Pheumotoraks terbuka → pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan waktu ekspirasi tekanan menjadi positif
Pertama Kedua
Ekspirasi +2 - +2
Inspirasi -2 -2
b. Pheumotoraks tertutup → pada waktu terjadi gerakan pernapasan tekanan udara di kavum pleura tetap negatif
Pertama Kedua
Akspirasi - 4 → - 4
Inspirasi -12 -12
c. Pheumotoraks ventil → waktu ekspirasi di rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
Pertama Kedua Ketiga
Ekspirasi +12 → +7 → +10
Inspirasi -3 +3 +6






Etiologi dan Patogenesis Pheumotoraks Spontan
Keadaan fisiologi tekanan-tekanan dirongga dada dalam keadaan normal sebagai berikut :
a. Tekanan intrapleural inspirasi sekitar - 11 → - 12 cm H2 O
b. Tekanan intrapleural ekspirasi sekitar - 4 → -9 cm H2 O
c. Tekanan intra bronchial inspirasi sekitar - 1,5 → -7 cm H2 O
d. Tekanan intra bronchial ekspirasi sekitar - 1,5 → - 4 cm H2 O
e. Tekanan intra bronchial waktu bicara → +30 cm H2 O
f. Tekanan intra bronchial waktu batuk → +90 cm H2 O

Patofisiologi pneumothoraks menurut Macklio
Alveol disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju kejaringan peribronkovarkuler gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endrobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peri bronco vascular gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peri bronco vascular robekan pleura kearah yang berlawanan dengan tilus akan menimbulan pneumothoraks sedangkan robekan yang mengarah ke tilus dapat menimbulakan pneumomediastinum dari medrastinum udara mencari jalan menuju atas, ke arah leher. Diantara organ – organ di mediastinum terdapat jaringan ikat yang longgar sehingga mudah di tembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata di bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema sub kutis. Emfisema sub kutis dapat meluas kearah perut hingga mencapai skretum.
Gejala klinis
 Nyeri dada yang mendadak
 Sesak napas yang mendadak
 Kegagalan pernapasan dan mungkin pula disertai sianosis.
Pemeriksaan fisik
 Seringg terjadi “circulatory collapseoleh karena “Tenston pneumothoraks”
 Pada perkusi didapatkan suara hipersonar.
 Pada auskultasi di dapatkan suara napas melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Foto Dada
- Pada foto dada PA, terlihat pinggir paru yang kollaps berupa garis pada pneumothoraks parsialis yang lokalisasinya di anterior atau porterior batas pinggir paru ini mungkin tidak terlihat.
- Mediastinal ships” dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi atau ekspirasi, terutama dapat terjadi pada “tension pneumothoraks”
Diagnosis banding
1. Pleurisi dan perikarditis
2. Miokard infark dan emboli paru
3. Bronkitis kronis dan emfisema
4. “Diaphragmatic Herniae”
5. Dissecting aneurysmae aortae”

Penyulit
1. timbul cairan intra pleura, misalnya.
- Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
- Pneumothoraks disertai darah : hematho toraks.
2. Emfisema subkutis dan emfisema mediartinum.
3. Syok kardiogenik.
4. Gagal nafas

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks, derajat kolaps berat ringan gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi untuk melaksanakan pengobatan tersebut dapat dilakukan tindakan medis atau tindakan bedah.
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleural menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama di tujukan pada penderta pneumothoraks tertutup atau terbuka sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi terhadap tekanan intra plura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan dengan udara luar.

2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk kerongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara keluar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1. Dapat memakai infus set
2. Jarum abbocath
3. pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pean) pemasukan pipa plastik (thoraks kateter) dapat juga dilakukan me;lalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada garis aksila tengah atau pada garis aksila belakang. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung selang plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik di dada dan pipa kaca WSD di hubungkan melalui pipa plastik lainnya posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm dibawah permukkaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan terus – menerus (continous suction).
Penghisapan dilakukan terus menerus apabila tekanan intra pleura tetap positif penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar sebesar 10 – 20 cm H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Pencabutan drain.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain di tutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain dicabut.
3. Tindakan bedah
1. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi duicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
2. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebakan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
3. dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak. Sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
4. pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.
Pengobatan tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebanya
- Tehadap proses tuber kulosis paru, diberi obat anti tuberculosis .
- Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.
2. Istirahat total
- Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang) batuk, bersin terlalu keras, mengejan.

Pencegahan pneumothorik
1. Pada penderia PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik – baiknya, terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan sering sering dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan keras – keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat barang berat, atau mengejan terlalu kuat.
2. Penderita TB paru, harus diobatai dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi. Bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.
Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.
2. untuk sementara waktu (dalam beberapa minggu), penderita dilarang mengejan, mengangkat barang berat, batuk / bersin terlalu keras.
3. bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk sesak nafas.




























Riwayat Perawatan
Tanggal MRS : 27 – April 2001 jam 17.08 WIB
Ruangan : Paru laki
Kelas : III. No. Bed : 38
Diagnosa : Pneumothorax parsial + TB Paru
No Register : 10039293
Tanggal pengkajian : 3 Mei 2001, jam 08.00 WIB

I. Identitas penderita.
Nama : Tn H.S.
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Gundi 2/9 Surabaya
Agama : Kristen
Bangsa/Suku : Indonesia
Bahasa yang dipakai : Indonesia Jawa
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Bengkel
Penanggung Jawab : Ny. H. (Istri)

II. Riwayat penyakit sekarang
Keluahan utama : Klien mengatakan dada kanan terasa nyeri /kemeng sekitar
pemasangan WSD.
Riwayat penyakit sekarang : klien mengatakan sesak nafas terutama bila berjalan ± 20 m atau untuk kerja berat, sesak dirasakan seja satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk sejak ± 8 tahun dengan riak putih encer. Panas badan summer – summer nyeri dada sebelah kanan, nafsu makan menurun, keringat malam, BAB menurun, BAK biasa.
Dalam pengkajian klien mengatakan mengatakan sesaknya sudah berkurang panas sumer – sumer dan juga nyeri di dada sebelah kanan klie terpasang WSD selasa, 1 MEI 2001.

III. Riwayat penyakit dahulu.
 Klienn mengatakan tidak pernah menndrita penyakit hipertensi, diabetus militus.
 Klien mengatakan pernah MRS tahun 1994 dDr. Soetomo ± 7 hari oleh karena pneumothoraks dan diterpi obat selama 6 bulan dan ttelah dinyatakan sembuh.
 Merokok ± 1paks / hari dan berhenti 10 tahun yang lalu .
 Klien mengatakan tidak alergi terhadap makanan.

IV. Riwayat Keluarga
 Klien mengatakan dalam keluarganya ada yang menderita penyakit sepertinya yaitu ayah klien dan meninggal dunia setelah 3 tahun di ketahui mengidap penyakit TB
 Tidak ada riwayat hipertensi, DM, atau asma.
 Upaya yang dilakukan keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang sakit dibawah ke instansi kesehatan.

V. Riwayat Psikososial
 Intrapersonal : klien mengatakan sedih dan cemas dengan keadaan penyakitnya apabila dulu sudah dinyatakan sembuh (tahun 1994, MRS) tapi kambuh lagi.
 Interpersonal : klioen adalah seorang kepala keluarga dan sebagai pencari nafkah bagi istri dan seorang anak yang masih berumur 7 tahun klien juga merupakan anggota masyarakat dalam lingkungannya.

VI. Pola – pola fungsi kesehatan.
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
a. Kebiasaan :
 Klien mengatakan pernah merokok ± 1paks/hari tapi berhenti ± 10 tahun yang lalu sekarang klien tidak merokok lagi.
 Klien tidak minum – minuman keras maupun menggunakan obat penenang.


2. Pola nutrisi dan metabolisme
a. Kebiasaan :
Sebelum MRS :
 Klien makan teratur 3 x sehari dengan nasi biasa lauk dan sayur semenjak sakit – sakitan nafsu makan menurun
Sesudah MRS :
 Klien selalu tidak menghabiskan porsi makanannya hanya klien mendapat Dnt TKTP
BB : 39 kg TB :162 Cm.

b. Minum
Sebelum MRS : klien mengatakan minum ± 6 –8 gelas sehari
Selama MRS : Klien mengatakan tidak ada perubahan ± 5 – 8
gelas sehari, minum air putih.

3. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan BAB dan BAK
Sebelum MRS : Klien mengatakan BAB biasanya 1 x dalam sehari
dengan konsistensi padat dan bau khas BAK ± 3 – 4 sehari (setiap mandi)
Sesudah MRS : Klien mengatakan baru dapat BAB setiap 3 hari
sekali, konsistensi padat bau khas, klien mengatakan tidak pernah dibuat untuk mengejan karena takut selang WSD nya lepas.
BAK tidak terjadi perubahan ± 3 – 4 x sehari dengan bantuan pispot.

4. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum MRS : Klien mengatakan tidur biasanya mulai jam 23.00–
5.00 WIB ± 6 – 8 jam sehari tidak ada gangguan tidur tapi kadang II juga terganggu dengan sesak.

Sebelum MRS : Klien mengatakan bias tidur kalau mmalam karena
selain sudah beradaptasi dengan lingkungan RS. Juga karena sesaknya sudah berkurang.
Klien tidur ± 5 – 8 jam sehari klien bed rest.

5. Pola Aktivitas
Sebelum MRS : Klien mengatakan bekerja disebuah bengkel,
sebagai sumber pencari nafkah.
Sesudah MRS : Klien bed rest, terpasang WSD di dada kanan,
infus di lengan kiri aktivitas yang memerlukan banyak energi (BAB + BAK) dibantu keluarga.

6. Pola Hubungan dan Peran
Klien mengatakanhhubungan dengan keluarga, orang lain perawat, dokter dan tim kesehatan lain baik.

7. Pola persepsi dan konsep diri
a. Body Image
Klien mengatakann sangat berhharap untuk segera sembuh sehingga sering bertanya tentang penyakitnya.

b. Self Sistem
Klien mengatakan kadang minta bantuan dalam memenuhi kebutuhannya (BAB, BAK, Mandi / seka dll)

8. Pola Sensori dan Kognitif
a. Sensori
Daya penciuman, rasa, raba, daya lihat, dan pendengaran baik
b. Kognitif
Proses berfikir klien lancar, isi pikiran mudah dimengerti, dan tidak menganut waham.

9. Pola Reproduksi social
Klien mengatakan hubungan hubungan dengan istri baik dan tidak ada masalah. Selama menikah klien dianugerahi seorang putra yang masih berumur 7 tahun kelas 2 SD.

10. Pola penanggulangan stress
Klien mengatakan sedih dan cemas akan penyakitnya, tetapi klien memasrahkan pada tim kesehatan yang menanganinya, karena dulu juga pernah MRS dengan kasus yang sama di tempat yang sama.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Klien seorang kristiani, selama sakit klien menjalankan ibadah tidak optimal, hanya menurut kemampuannya (berdo’a).

VII. Pemeriksaan Fisik
A. Status Kesehatan umum
 Keadaan / kesadaran : Composmentis
 Suara : bicara jelas
 Tensi : 110 /70 mmHg
 Suhu : 36,8oC
 Nadi : 88x/menit
 RR : 24 x/menit

B. Sistem integumen
 Kulit tidak pucat, tidak ada pigmentasi, tidak ada lesi.
 Rambut hitam, lurus, tidak botak (alopecia) kuku tidak pucat turgor sedang.

C. Kepala
 Letak simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada trauma kepala.

D. Muka
 Letak simetris, tidak ada oedema, kulit muka tidak keriput.

E. Mata
 Alis mata tidak rontok, kelopak mata tidak oedema, cenjungtiva kemerahan, selera tidak icterus.

F. Telinga
 Letak simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi.

G. Hidung
 Letak simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi.

H. Mulut dan faring
 Letak simetris tidak ada caries gigi, tidak ada perdarahan gusi tidak ada pembesaran tonsil.
I. Leher
Letak simetris, tidak kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, trakea, berada disebelah kiri (tidak simetris)

VIII. Pemeriksaan penunjang
Tanggal : 27 – 4 – 2001
Hemoglobin : 14,7 9/41 (11,4 – 15,1)
Lekosit : 7,0 x 109/1 (4,3 –11,3)
Trombosit : 394 x 10 9/1 (150 – 350)
PCV : 0,41

Glukosa darah acak 142
SGOT : 23h/1 40
BUN : P/habis
Kreatinin serum 1,32 mg/d <1,5
Elektrlit
Kalium : 3,92 3.5 5.5 meq/dl
Natrium : 140 135 – 145 meq/dl

Analisa gas darah
DH : 7,415 (7,35 – 7,45) O2 sat +95,1
PO2 : 73,9 mmHg
IX. Therapi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar